Joko Sulistyo Bantu Warga Desa Pucung dari Kekeringan


Doc: astramagz.astra.co.id

“Air lagi susah nih, mbak. Misal keluar juga keruh kaya gini. Kadang sampai harus begadang atau bangun dini hari biar kebagian air,” ucap tante saya ketika saya menginap di Jakarta beberapa waktu lalu.

Air PAM yang keluar dari kran dan mengalir ke ember itu memang berwarna keruh kehitaman diikuti dengan butir-butir pasir kecil. Saat ini penggunaan air tanah memang sangat dibatasi di wilayah Jakarta. sebagian besar penduduknya bergantung pada air PAM yang sayangnya seringkali keruh dan tidak lancar. Apalagi ketika musim kemarau seperti ini.
Kemarau memang sedang mengintai Indonesia. Tidak hanya di Jakarta, banyak sekali daerah-daerah di Indonesia yang mengalami kekeringan dan akhirnya kesulitan mendapatkan air bersih. Tidak jarang mereka harus berjalan berkilo-kilo meter, menaiki menuruni bukit demi bisa mendapatkan sumber air bersih yang tidak seberapa jumlahnya.
Air adalah salah satu sumber kehidupan yang tidak bisa tergantikan. Hampir semua kegiatan membutuhkan air, tubuh kita pun sebagian besar terdiri dari cairan. Sedih rasanya jika mendengar ada daerah yang mengalami kekeringan panjang dan warganya harus bersusah payah mendapatkan air bersih.
Salah satu wilayah yang seringkali mengalami kesusahan air adalah Wonogiri. Keadaan alamnya yang sebagian besar terdiri dari pegunungan berbatu gamping ini memang membuat Wonogiri rentan mengalami kesulitan air terutama di musim kemarau. Bahkan kabar terbaru menyebutkan, ada sekitar 18 ribu warga terdampak kekeringan pada tahun ini. Padahal hampir sebagian besar penduduk Wonogiri memiliki mata pencaharian dari mengandalkan hasil kebun atau pertanian.
Waduk Gajah Mungkur Wonogiri mulai mengering

Hal inilah yang akhirnya membuat Joko Sulistyo, salah satu anggota pecinta alam KMP Giri Bahama membuat terobosan untuk mengatasi kesulitan air yang menjadi momok di Wonogiri.

Perjuangan Mendapatkan Air di Desa Pucung, Wonogiri

Salah satu karakter dari daerah dengan perbukitan kapur atau batu gamping adalah memiliki banyak gua dan sungai di bawah tanah. Begitu juga dengan Wonogiri. Ada banyak sekali gua-gua yang bahkan menjadi tempat wisata karena keindahan karstnya. Selain itu masih ada ratusan luweng atau gua vertikal yang beberapa di antaranya memiliki sungai bawah tanah seperti Luweng Suruh.
Luweng atau gua vertikal ini memiliki sungai bawah tanah yang sangat jernih dan mengalir cukup deras. Gua ini terletak di Desa Pucung, Eromoko, Wonogiri. 
Desa Pucung, penuh batuan kapur | doc: Tribun

Desa Pucung berada di ketinggian 563 mdpl ini sebagian besar tanahnya berupa perbukitan dengan hampir 30% wilayahnya adalah perbukitan kapur dan berada di Kawasan Karst Gungsewu. Kondisi ini membuat Desa Luwung dan ribuan penghuninya seringkali mengalami kesulitan air terutama di musim kemarau. Di musim hujan, warga biasanya menampung air hujan ke dalam bak-bak dan tandon besar untuk mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari. 
Tapi tentu saja air tersebut tidak akan mencukupi kebutuhan mereka ketika musim kemarau tiba. Saat musim kemarau, warga harus berjalan belasan kilometer untuk mendapatkan sumber air bersih bahkan tidak jarang sebagian dari mereka harus rela mengeluarkan sejumlah uang yang tidak sedikit untuk bisa membeli air bersih. Yang tentu saja tidak semua penduduk mampu melakukannya. Jadilah mereka harus rela berjalan belasan kilometer, beberapa kali dalam sehari demi bisa mendapatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. 
Hingga akhirnya ditemukanlah air sungai di bawah tanah yang berada di dalam Kawasan Gua Suruh oleh Joko Sulistyo dan timnya dari Keluarga Mahasiswa Pecinta Alam Giri Bahama.

Sumber Air di Sungai Bawah Tanah Gua Suruh

Waktu itu Joko Sulistyo yang merupakan ketua divisi caving dari KMPA Giri Bahama, Universitas Muhammadiyah Surakarta, memang sering melakukan jelajah atau penelusuran gua-gua yang berada di Kecamatan Eromoko. Hingga akhirnya dari 13 gua yang dijelajahi, dia dan timnya menemukan sumber mata air di sungai bawah tanah yang berada di Gua Suruh.
Joko Sulistyo, pejuang penyalur air dari sungai bawah tanah Gua Suruh| doc: satu-indonesia.com

Joko dan timnya yang juga ikut merasakan bagaimana sulitnya mendapatkan sumber air bersih ketika berada di Eromoko itu berpikir bagaiman bisa membantu warga dengan keberadaan sungai bawah tanah ini. Apalagi setelah melakukan penelitian dan monitoring, debit air dari sungai bawah tanah tersebut bisa dikatakan stabil dan mengalir sepanjang tahun meskipun debitnya tidak terlalu besar. Kondisi air pun sedikit mengandung kapur dan harus diendapkan terlebih dahulu sebelum digunakan terutama untuk memasak.
Tapi air tetaplah air. Kebutuhan utama yang harus ada bagaimanapun kondisinya. Apalagi warga di Desa Pucung juga terbiasa menggunakan air hujan sebelumnya.
Karena itulah, Joko dan timnya memutuskan mencari cara agar bisa mengalirkan air dari sungai bawah tanah ini ke daratan di bagian atas.
Joko dan timnya pun mengajukan proposal ke beberapa instansi pemerintah dan swasta untuk bisa mendapatkan dana demi membiayai proyek impiannya itu. 
Namun sayang, saat itu tidak ada satupun proposal yang berhasil. Hingga akhirnya di tahun 2010, Joko dan timnya berhasil mendapatkan bantuan dana dari Dana Alokasi Khusus atas bantuan Kepala Desa Pucung saat itu dan disusul dengan Dewan Da’wah Islamiyah yang juga bersedia mendanai Pembangunan sarana penyaluran air dari dalam sungai bawah tanah tersebut. Dukungan ini bertambah dengan turunnya anggaran dari APBD Kabupaten Wonogiri pada tahun 2012.

Perjuangan Menyalurkan Air Tanah Kapur dari Gua Suruh, Warga Desa Pucung Tak Lagi Kekeringan

Tidak ada perjuangan yang mudah. Joko dan timnya masih menemui banyka kendala kala itu. Apalagi belum ada warga yang pernah masuk dan mengetahui keberadaan sungai di bawah tanah tersebut. Joko sampai harus menunjukkan video dokumentasinya pada warga agar mereka percaya.
Mereka juga belum menemukan Teknik yang tepat untuk bisa mengangkat air tersebut dari kedalaman 44 meter. Apalagi kala itu referensi belum semudah saat ini. Mereka harus bertanya dan berkonsultasi ke berbagai pihak untuk bisa menemukan teknik yang tepat.
Akhirnya Joko dan timnya memberikan penyuluhan, pendekatan, dan juga pelatihan esktra kepada penduduk yang bersedia membantu mereka untuk merealisasikan proyek baik tersebut. Para warga diberi pelatihan teknik tali tunggal agar bisa memasuki Gua Suruh dengan lancar. Apalagi mereka harus membawa material-material yang dibutuhkan dalam karung-karung. 
 
Latihan menuruni gua | doc: Joko Sulistyo

Letak gua yang terpencil hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Sehingga satu-satunya cara untuk bisa membawa material ke dalam gua adalah dengan memasukkannya ke dalam karung untuk dibawa satu persatu menuruni gua.
Materian yang dibawa satu persatu ke dalam gua | doc: Joko Sulistyo

Langkah pertama yang dilakukan oleh Joko, timnya, dan sejumlah warga adalah membuat bendungan. Tujuannya adalah untuk menaikkan volume air agar lebih mudah untuk bisa dipompa ke atas. 
6 bulan yang tidak mudah. Mereka harus bahu membahu selama berhari-hari, siang dan malam di dalam gua. Tidak jarang mereka sampai menginap di dalam gua selama berhari-hari demi bisa memaksimalkan pekerjaan mereka. 
 
Uji coba pertama | doc: Joko Sulistyo

Dan akhirnya perjuangan mereka berbuah indah. Pada tahun 2012 dilakukan uji coba pemompaan air ke permukaan dan berhasil. Air mengalir dengan baik. Akhirnya, air dari bendungan sungai bawah tanah ini berhasil dinaikkan dari dalam gua sedalam 44 meter dengan menggunakan dua pompa. 
Air-air ini dimasukkan ke dalam hidran penampung yang ada di beberapa titik. Warga bisa lebih mudah mendapatkan air dengan mengambilnya dari hidran-hidran terdekat dari rumah mereka.
Hingga akhirnya di tahun 2014, air dialirkan dari hidran langsung ke rumah-rumah warga dan masih terus mengalir hingga saat ini.
Air yang dikelola secara mandiri oleh warga dalam naungan organisasi Tirta Gua Suruh ini menjadi sumber mata air bagi 6 dusun yang berada di Desa Pucung.
Untuk menunjang biaya operasional seperti biaya listrik, perawatan pompa, dan pemeliharaan yang tidak sedikit, warga ditarik iuran setiap bulannya. Yang nilainya tidak seberapa dibandingkan harus membeli air bersih tentu saja. Kini warga tak lagi merana meski musim kemarau tiba. 

Kerja Keras Berbuah Penghargaan ASTRA

Segala perjuangan dan pengorbanan baik material maupun immaterial yang pernah dikeluarkan oleh Joko dan timnya berbuah manis.
Joko yang juga memiliki hobi fotografi ini memiliki banyak koleksi foto yang ingin ia ikut sertakan dalam lomba Satu Indonesia Award dari ASTRA. Meskipun sempat akan didiskualifikasi, akhirnya perjuangan Joko dan timnya berbuah penghargaan. 

Joko & timnya mendapat apresiasi dari Astra pada tahun 2014

Satu Indonesia Award adalah apresiasi yang diberikan Astra bagi Anak Bangsa yang telah berkontribusi untuk mendukung terciptanya kehidupan berkelanjutan melalui bidang Kesehatan, Pendidikan, Kewirausahaan, dan Teknologi. Mereka yang berhasil mendapatkan apresiasi juga pastinya melalui kualifikasi ketat dari jajaran juri yang terdiri dari kalangan profesor, dosen, penggiat seni, dan pakar-pakar yang lainnya.
Ternyata, apa yang telah dilakukan Joko dan timnya dianggap memberikan kontribusi nyata dan berkelangsungan bagi warga Pucung dan sekitarnya. Karena itulah mereka berhasil mendapatkan penghargaan ASTRA di bidang Lingkungan. Kerja keras dan pengorbanan Joko beserta teman-temannya dari Giri Bahama memang memberikan dampak positif dan kebermanfaatan jangka Panjang.
Terbukti kini ribuan warga di Desa Pucung tidak lagi kesulitan mendapatkan sumber air bersih kapanpun mereka butuhkan. Desa Pucung makin hijau dan produktif.
Semoga saja sumber air dari Gua Suruh ini bisa terus dijaga dengan baik sehingga juga akan terus memberikan manfaat untuk warga Desa Pucung, hari ini, esok, dan selamanya.

Tidak ada komentar